REKAYASA IDE : Langkah-langkah Rekayasa Ide dan Contoh
REKAYASA IDE PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Sebelum kita membuat suatu ide atau merekayasa suatu ide kita terlebih dahulu harus mengetahui pengertian dari rekayasa ide itusendiri gan. Rekayasa ide atau konsep baru dari ide yang sudah ada dan ide baru itu diprediksi berlaku dalam konteks sosial yang sama atau berbeda, kreasi dan inovasi dari ide yang sudah ada. Berarti maksud dari pengertian rekayasa ide kita harus dapat atau mampu untuk memunculkan suatu ide yang terbaru yang belum ada atau kita memunculkan ide dari suatu benda yang sudah ada sebelumnya.
Berikut langkah-langkah membuat rekayasa ide
I.
Pendahuluan
II.
Originalitas Ide
dan
koteks
sosialnya
III.
Perangkat
yang dibutuhkan
untuk
melakukan
inovasi
IV. Ide turunan
dan
konteks
sosialnya
a)Peluang keterwujudan
b)Nilai-nilai inovasi
c)Perkiraan dampak
V.
Kesimpulan
dan
saran
Pustaka
Contoh:
REKAYASA IDE
MENINGKATKAN KUALIATAS PENDIDIKAN DI INDOENESIA
DAFTAR ISI
Halaman
Judul................................................................................ i
Daftar
Isi........................................................................................ ii
Ringkasan..................................................................................... iii
BAB
1 PENDAHULUAN.............................................................. 1
1.1
Latar Belakang......................................................................... 1
1.2
Tujuan...................................................................................... 2
1.3
Manfaat.................................................................................... 4
BAB
2 GAGASAN........................................................................ 4
BAB
3 KESIMPULAN ............................................................... 10
DAFTAR
PUSTAKA.................................................................. 12
RINGKASAN
Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya
manusia untuk pembangunan. Kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang
profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan UU pendidikan kacau. Tujuan penulisan makalah ini untuk
meningkatkan kualitas penididikan di Indonesia menjadi lebih baik. Pendidikan
menjadi salah satu faktor penentu kemajuan bangsa. Sayangnya, pendidikan di
Indonesia masih belum merata dan membutuhkan peningkatan kualitas (Okezone,
2015). ICW mengemukakan hal tersebut berdasarkan riset yang dilakukan di
Kabupaten Garut (Jawa Barat) dan Kabupaten Buton (Sulawesi Utara). Penelitian
ini dilakukan di 12 sekolah negeri yang terdiri dari empat sekolah dasar negeri
(SDN) dan dua sekolah menengah pertama negeri (SMPN) dari wilayah terpencil dan
empat SDN serta dua SMPN dari wilayah perkotaan, selama Oktober sampai November
2014. Kemudian masalah yang selalu muncul saat pelaksanaan Ujian Nasional (UN).
Dosen UIN Sunan Ampel dan Ketua Majelis Dikdasmen PW Muhammadiyah Jatim,
Biyanto mengatakan, semua pihak harus diajak untuk komitmen terhadap UN. Komitmen
ini penting karena persoalan kejujuran saat UN selalu menjadi perhatian. Masih
sering terjadi ketakjujuran (dishonesty) itulah banyak pihak mempersoalkan
kredibilitas UN (Sindonews). Metode penulisan dengan mencari data dari berbagai
media massa tentang pendidikan Indonesia. Bahwa kualitas di Indonesia mengalami
penurunan setiap tahunnya dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit. Jika
hal tersebut terjadi, bidang ekonomi akan bermasalah, karena tiap orang akan
korupsi. Sehingga lambat laun akan datang hari dimana negara dan bangsa ini
hancur. Kesimpulan bahwa pendidikan mengalami penurunan atau merosotnya
pendidikan di Indonesia yang disebabkan kualitas guru yang rendah, biaya
sekolah yang mahal, kurangnya kinerja guru. Rekomendari agar penddiikan di
Indonesia berkualitas lakukan pengubahan sistem yang ada lakukan perbaikan agar
masalah pendidikan di Indonesia terselesaikan.
BAB
1
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pendidikan mempunyai tugas
menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Derap langkah pembangunan
selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu
memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Mengenai masalah pedidikan,
perhatian pemerintah kita masih terasa sangat minim. Gambaran ini tercermin
dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit. Kualitas siswa masih
rendah, pengajar kurang profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan
UU pendidikan kacau. Dampak dari pendidikan yang buruk itu, negeri kita
kedepannya makin terpuruk. Keterpurukan ini dapat juga akibat dari kecilnya
rata-rata alokasi anggaran pendidikan baik di tingkat nasional, propinsi,
maupun kota dan kabupaten.
Perkembangan zaman selalu
memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan
sebelumnya.Mengenai masalah pedidikan, perhatian pemerintah kita masih terasa
sangat minim. Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang
makin rumit. Kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang profesional, biaya
pendidikan yang mahal, bahkan aturan UU pendidikan kacau. Dampak dari
pendidikan yang buruk itu, negeri kita kedepannya makin terpuruk.
Apa jadinya bila pembangunan
di Indonesia tidak dibarengi dengan pembangunan di bidang pendidika. Walaupun
pembangunan fisiknya baik, tetapi apa gunanya bila moral bangsa terpuruk. Jika
hal tersebut terjadi, bidang ekonomi akan bermasalah, karena tiap orang akan
korupsi. Sehingga lambat laun akan datang hari dimana negara dan bangsa ini
hancur. Oleh karena itu, untuk pencegahannya, pendidikan harus dijadikan salah
satu prioritas dalam pembangunan negeri ini.
1.2 Tujuan
Untuk meningkatkan kualitas penididikan di Indonesia menjadi lebih baik.
1.3 Manfaat
Dari penulisan ini
diharapkan mendatangkan manfaat berupa penambahan pengetahuan serta wawasan
penulis kepada pembaca tentang keadaan pendidikan sekarang ini sehingga kita
dapat mencari solusinya secara bersama agar pendidikan di masa yang akan dapat
meningkat baik dari segi kualitas maupun kuantitas yang diberikan.
BAB
2
GAGASAN
GAGASAN
Pendidikan menjadi salah satu faktor penentu kemajuan
bangsa. Sayangnya, pendidikan di Indonesia masih belum merata dan membutuhkan
peningkatan kualitas. Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, motivator
dan trainer pendidikan, Namin AB Ibnu Solihin menyebutkan, setidaknya ada empat
permasalahan pendidikan yang masih dihadapi di Indonesia.
"Masalah pertama adalah kurikulum. Sebenarnya
pergantian kurikulum itu perlu karena merupakan inovasi dari kurikulum
sebelumnya," ujarnya saat menjadi pembicara di Indonesia Youth Conference
(IYC) 2015, belum lama ini. Namin berpendapat, kurikulum 2013 adalah kurikulum
yang bagus, namun sistem penilaiannya rumit. Selain itu, CEO gurubicara.com ini
juga menyayangkan dihapuskannya pelajaran teknologi informasi dan komunikasi
(TIK) pada kurikulum 2013.
"Padahal menghadapi MEA itu keterampilan
menggunakan teknologi sangat penting. Sehingga saya sendiri akan menyetujui
diberlakukannya kurikulum 2013, tentunya dengan beberapa perbaikan,"
lanjutnya. Permasalahan berikutnya, yakni guru. Menurut dia, guru merupakan
ujung tombak pendidikan. Tetapi, saat ini guru minim mendapatkan pelatihan yang
aplikatif dan berkualitas.
"Guru banyak yang masih mengajar pakai cara zaman
dahulu, padahal sekarang sudah zaman digital. Ditambah siswa yang dihadapinya
lahir di zaman digital. Praktik mengajar seperti ini kebanyakan terjadi di
sekolah-sekolah negeri. Bahkan, kepala sekolahnya sendiri banyak yang usinya tua,
dan sudah hampir pensiun," tuturnya.
Ketiga, kata Naiman, budaya literasi di kalangan guru
masih sangat lemah. Sedangkan permasalahan keempat buku teks pelajaran yang
digunakan masih lower order thinking skill (LOTS) (Okezone, 2015).
Dunia pendidikan di Indonesia seakan tak pernah bisa
diatasi dari semua presiden yang pernah berkuasa. Selalu saja permasalahan lama
muncul dan tak terselesaikan. Salah satunya, dunia pendidikan masih menjadi
komoditi mahal di Indonesia. Hanya pihak yang memiliki kemampuan finansial
lebih yang mampu mengenyam pendidikan hingga kursi perguruan tinggi. Kesenjangan
sosial menjadi persoalan penting di negeri ini. Hal tersebut yang menyebabkan
tingkat pendidikan antar satu provinsi dan provinsi lain begitu tak sebanding.
Jika bercermin pada daerah di Pulau Jawa, seperti DKI Jakarta, Jawa Barat dan
Yogyakarta.
Padahal peran generasi muda dalam hal ini amat
penting. Maju dan mundurnya pemikiran generasi muda, tentu sedikit banyaknya
dipengaruhi oleh peranan pendidikan yang dilaluinya. Belum lagi persoalan nasib
guru yang hanya berlabel 'guru tanpa tanda jasa'. Tak perlu dipungkiri, masih
banyak guru di daerah yang belum mendapatkan gaji tetap.
Mereka bekerja hanya dengan hati nurani dan ikhlas
yang terus mengaliri jiwanya. Persoalan ini seharusnya menjadi perhatian serius
pemerintah. Bagaimana mungkin bisa mendapatkan generasi terbaik, jika sang
pengajar tak diperhatikan kesejahteraanya.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai selain
kesejahteraan yang tak terjamin, jumlah guru di sekolah daerah perkotaan dan
kurangnya jumlah guru di daerah terpencil, menjadi parameter kegagalan
kebijakan pemerintah tentang penataan dan pemerataan guru Pegawai Negeri Sipil
(PNS).
ICW mengemukakan hal tersebut berdasarkan riset yang
dilakukan di Kabupaten Garut (Jawa Barat) dan Kabupaten Buton (Sulawesi Utara).
Penelitian ini dilakukan di 12 sekolah negeri yang terdiri dari empat sekolah
dasar negeri (SDN) dan dua sekolah menengah pertama negeri (SMPN) dari wilayah
terpencil dan empat SDN serta dua SMPN dari wilayah perkotaan, selama Oktober
sampai November 2014. Kemudian masalah yang selalu muncul saat pelaksanaan
Ujian Nasional (UN). Dosen UIN Sunan Ampel dan Ketua Majelis Dikdasmen PW
Muhammadiyah Jatim, Biyanto mengatakan, semua pihak harus diajak untuk komitmen
terhadap UN.
Komitmen ini penting karena persoalan kejujuran saat
UN selalu menjadi perhatian. Masih sering terjadi ketakjujuran (dishonesty)
itulah banyak pihak mempersoalkan kredibilitas UN (Sindonews).
Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat
tujuh masalah pendidikan yang harus segera diselesaikan pemerintah untuk
mewujudkan Nawacita bidang pendidikan. "Masih ada celah yang harus terus
diperbaiki, terutama dalam meningkatkan mutu pendidikan sebagaimana yang
dicita-citakan," kata Koordinator Nasional JPPI, A. Ubaid Matraji kepada
Republika.co.id, Selasa (2/5).
Pertama, nasib program wajib belajar (wajar) 12 tahun
ini masih di persimpangan jalan. Alasannya, program itu belum memiliki payung hukum.
Perbincangan soal realisasi wajar 12 tahun ini mengemuka sejak awal
pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga 2015. Namun, sepanjang
2016-2017, tidak ada lagi perbincangan dan langkah untuk mewujudkan hal itu.
Menurutnya, mandegnya wajar 12 tahun akibat tidak adanya payung hukum yang
dapat mendorong untuk mewujudkannya. Ubaid beranggapan, seharusnya, UU
Sisdiknas harus diamandemen khususnya pasal terkait wajar sembilan tahun diubah
menjadi 12 tahun. Atau, bisa juga didorong melalui Instruksi Presiden dan
Peraturan Daerah tentang pelaksanaan wajar 12 tahun di provinsi.
Kedua, angka putus sekolah dari SMP ke jenjang SMA
mengalami kenaikan. Hal ini dipicu maraknya pungutan liar di jenjang
MA/SMK/SMA. Banyak kabupaten/kota yang dulu sudah menggratiskan SMA/SMK, tapi
kini mereka resah karena banyak provinsi yang membolehkan sekolah untuk menarik
iuran dan SPP untuk menutupi kekurangan anggaran untuk pendidikan. Menurutnya,
alih wewenang pengelolaan jenjang sekolah menengah ini tidak menjawab kebutuhan
wajar 12 tahun. Namun, hanya peralihan wewenang yang justru menimbulkan masalah
baru.
Ketiga, pendidikan agama di sekolah mendesak untuk
dievaluasi dan dibenahi, baik metode pembelajarannya maupun gurunya.
Berdasarkan penelitian Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat UIN Jakarta
(Desember 2016), terdapat 78 perden guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di
sekolah, setuju jika pemerintah berdasyarkan syariat Islam dan 77 persen guru
PAI mendukung organisasi-organisasi yang memperjuangkan syariat Islam. Ubaid menilai
hal itu merupakan cara pandang yang berbahaya bagi keutuhan NKRI. Jika
dibiarkan, benih-benih intoleran dan sikap keagamaan yang radikal akan tumbuh
subur di sekolah.
Keempat, masih lemahnya pengakuan negara atas
pendidikan pesantren dan madrasah (diniyah). Model pendidikan ini berperan
sejak dahulu, jauh sebelum Indonesia merdeka. Namun, kini perannya
termarginalkan karena tidak sejalan dengan kurikulum nasional. Maka, tidak
heran, jika belakangan ini kekerasan atas nama agama, SARA, dan benih-benih radikalisme
tumbuh subur. Sebab, pendidikan agama di sekolah tidaklah cukup memadahi.
Pendidikan agama tidak bisa dilakukan secara instan di sekolah. Jadi, sekolah
perlu bersinergi dengan lembaga pesantren dan madrasah diniyah untuk memberikan
pemahaman agama yang komprehensif (tafaqquh fiddin), yang bervisi rahmatan lil
alamin. Untuk itu, RUU madrasah dan pesantren harus masuk Prolegnas 2017.
Kelima, pendistribusian Kartu Indonesia Pintar (KIP)
harus tepat sasaran dan tepat waktu. Bersekolah bagi kaum marginal masih jadi
impian. Marginal di sini terutama dialami oleh warga miskin dan anak-anak yang
berkebutuhan khusus. Angka putus sekolah didominasi oleh kedua kelompok
tersebut. Program BOS, BSM, dan KIP perlu dievaluasi karena nyatanya masih
banyak anak miskin yang susah masuk sekolah. Pendistribusian yang lambat,
alokasi yang tidak akurat, dan juga penyelewengan dana turut menyelimuti
implementasi program tersebut. Khusus untuk kelompok difabel, mereka terkendala
susahnya menemukan sekolah inklusi. Akhirnya, mereka harus bersekolah dengan
teman yang senasib, dan semakin menjadikannya tereksklusi dari realitas sosial.
Keenam, kekerasan dan pungutan liar di sekolah masih
merajalela. Potret buram pendidikan di Indonesia masih diwarnai oleh kasus
kekerasan di sekolah dan pengaduan pungli. Modus kekerasan ini sudah sangat
rumit untuk diurai, karena para pelakunya dari berbagai arah. Komponen utama
sekolah, yakni, wali murid, guru, dan siswa, satu sama lain berperan ganda.
Artinya, masing-masing dapat berperan sebagai pelaku, dapat pula jadi korban.
Penerapan sekolah ramah anak menjadi penting untuk direvitalisasi. Di sisi
lain, fakta pungutan liar di seakan tidak dapat dikendalikan, terutama terjadi
di sekolah negeri yang harusnya bebas pungutan dan juga terjadi di jenjang
sekolah menengah.
Ketujuh, ketidak-sesuaian antara dunia pendidikan
dengan dunia kerja. Saat ini ada lebih dari tujuh juta angkatan kerja yang
belum mempunyai pekerjaan. Sementara di saat yang sama, dunia usaha mengalami
kesulitan untuk merekrut tenaga kerja terampil yang sesuai dengan kompetensi
yang dibutuhkan dan siap pakai. Ini menunjukkan bahwa ada gap antara dunia
industri dengan ketersedian tenaga terampil di Indonesia. Ini penting, sebab di
era MEA, serbuan tenaga kerja asing akan meminggirkan dan mempensiundinikan
tenaga kerja Indonesia. Untuk itu, perbaikan dan penyempurnaan kurikulum di
sekolah juga harus mampu menjawab masalah ini (Republika, 2017).
Untuk mengatasi masalah-masalah, seperti rendahnya
kualitas sarana fisik, rendahnya kualitas guru, dan lain-lain seperti yang
telah dijelaskan diatas, secara garis besar ada dua solusi asraraspida (2014) yaitu:
Solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah
sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui
sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan.
Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem
ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain
meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk
pendanaan pendidikan.
Solusi teknis,
yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan
pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan
prestasi siswa. Solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada
upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya
kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan,
juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang
lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas
guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan
kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana
pendidikan, dan sebagainya.
Langkah-langkas
Meningkatkan Kualitas Pendidikan Di Indonesia
A. Peningkatan
Kualitas Guru
Guru yang
memiliki posisi yang sangat penting dan strategi dalam pengembangan potensi
yang dimiliki peerta didik. Pada diri gurulah kejayaan dan keselamatan masa
depan bangsa dengan penanaman nilai-nilai dasar yang luhur sebagai cita-cita
pendidikan nasional dengan membentuk kepribadian sejahtera lahir dan bathin,
yang ditempuh melalui pendidikan agama dan pendidikan umum. Oleh karena itu
harus mampu mendidik diperbagai hal, agar ia menjadi seorang pendidik yang
proposional. Sehingga mampu mendidik peserta didik dalam kreativitas dan
kehidupan sehari-harinya. Untuk meningkatkan profesionalisme pendidik dalam
pembelajaran, perlu ditingkatkan melalui cara-cara sebagai berikut:
1.
Mengikuti
Penataran
Kegiatan
penataran itu sendiri di tujukan: a. Mempertinggi mutu petugas sebagai
profesinya masing-masing. b. Meningkatkan efesiensi kerja menuju arah
tercapainya hasil yang optimal. c. Perkembangan kegairahan kerja dan
peningkatan kesejahteraan. Jadi penataran itu dapat meningkatkan efektivitas
dan efisiensi kerja, keahlian dan peningkatan terutama pendidikan untuk
menghadapi arus globaliasi.
2.
Mengikuti Kursus-Kursus Pendidikan
Hal ini
akan menambah wawasan, adapun kursus-kursus biasanya meliputi pendidikan arab dan inggris serta computer.
3.
Memperbanyak
Membaca
Menjadi
guru professional tidak hanya menguasai atau membaca dan hanya berpedoman pada
satu atau beberapa buku saja, guru yang berprofesional haruslah banyak membaca
berbagai macam buku untuk menambah bahan materi yang akan disampaikan sehingga
sebagai pendidik tidak akan kekurangab pengetahuan-pengetahuan dan
informasi-informasi yang muncul dan berkembang di dalam mayarakat.
4.
Mengadakan
Kunjungan
Kesekolah
Lain (studi komperatif) Suatu hal yang sangat penting seorang guru mengadakan
kunjungan antar sekolah sehingga akan menambah wawasan pengetahuan, bertukar
pikiran dan informasi tentang kemajuan sekolah. Ini akan menambah dan
melengkapi pengetahuan yang dimilikinya serta mengatai permasalahan-permasalahan
dan kekurangan yang terjadi sehingga peningkatan pendidikan akan bisa tercapai
dengan cepat.
5.
Mengadakan
Hubungan
Dengan Wali Siswa Mengadakan pertemuan dengan
wali siswa sangatlah penting sekali, karena dengan ini guru dan orang tua akan
dapat saling berkomunikasi, mengetahui dan menjaga peserta didik serta bisa
mengarahkan pada perbuatan yang positif. Karena jam pendidikan yang diberikan
di sekolah lebih sedikit apabila dibandingkan jam pendidikan di dalam keluarga.
BAB
3
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya
manusia untuk pembangunan. Indonesia pendidikan semakin lama semakin merosot
yang disebabkan, di Indonesia pendidikan kebanyakan hanya berlandaskan oleh
teori tanpa ada praktek, profesional guru yang rendah. Jika pendidikan Indonesia saat pembelajaran
berlangsung saat teori dibarengi dengan pratek pasti teori tersebut akan mudah
diserap atau di mengerti, serta di barengi juga dengan guru yang berkualitas
pasti akan menhasilkan pendidikan yang bermutu.
Teknik implementasi:
1.
Saat
pembelajaran berlangsung guru jangan menerangkan saja tetapi praktekan.
2.
Lakukanlah
hal-hal yang tidak membuat peserta didik agar tidak mudah bosan.
3.
Lakukan
sesekali kunjungan ke tempat-tempat yang bersejarah atau pengamatan tentang apa
yang sedang di belajari sehingga peserta didik tidak hanya saja membayangkan
tetapi sudah mengetahui apa maksud saat guru menerangkan tersebut.
4.
Jangan
membuat jam pelajaran sampai sore hari karena itu membuat peserta didik cepat
mudah bosan bahkah pada apa yang dipelajari mereka sudah tidak mengerti lagi.
5.
Biarkan
peserta didik itu berkreasi sesuai kemampuannya.
6.
Ikuti
bakat dan minat peserta didik jangan pernah mengekangnya.
Hasil prediksi:
Kemungkinan dengan cara seperti ini peserta didik
bersemangat dan semakin tumbuh rasa kemauan ingin belajar jika kita membuat
sistem pembelajaran yang tidak membuat mereka bosan dan bahkan mereka akan
mampu berkreasi atau tumbuhnya
inovasi-inovasi baru dari mereka. Jika peserta didik akan seperti ini maka
pendidikan Indonesia akan berkualitas.
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.asraraspia.web.id/2014/03/beberapa-solusi-pendidikan-di-indonesia.html
Komentar
Posting Komentar